Kamis, 08 September 2016

Ini Kekhawatiran Guru Bahasa Jawa SMPN 8 Solo Apabila 'Ful Day School' Diterapkan

Share it Please
Laporan Wartawan TribunSolo.com, Labib Zamani
TRIBUNSOLO.COM, SOLO - Rencana Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Muhadjir Effendy yang akan menerapkan full day school atau sekolah seharian menuai tanggapan serius dari berbagai kalangan.
Seorang guru Bahasa Jawa di SMPN 8 Solo, Dra Sri Suprapti menganggap kebijakan Mendikbud yang akan menerapkan sekolah sehari penuh atau yang disebutnya sebagai kokurikuler justru akan membuat para siswa jauh dari orangtua.
“Sebagai orang Jawa dan sekaligus guru Bahasa Jawa amat sangat merasa khawatir sekali (kalau wacana sekolah sehari penuh diterapkan),” katanya dalam keterangan tertulis kepada TribunSolo.com, Minggu (4/9/2016).
Pasalnya, siswa akan berada di sekolah dalam waktu yang lama dibanding dengan keberadaannya di rumah.
Artinya siswa akan lebih dekat dengan teman-temannya dari pada orang tuanya.
Apabila hal itu terjadi maka orangtua akan menjadi sulit dalam berkomunikasi dengan anaknya.
“Karena dalam waktu beberapa jam saja mereka bertemu, itupun waktu yang sesingkat itu digunakan anak untuk mandi, makan, salat Magrib dan mengaji dilanjutkan dengan “Wajib Belajar mulai pukul 18.30 WIB sampai dengan 20.30 WIB,” katanya.
Dia juga mengatakan, apabila kebijakan itu diterapkan sama saja Pemerintah menginginkan budaya barat masuk ke Indonesia.
“Bagaimana rasa sakitnya orang yang dipaksa?,” katanya.
“Apakah Anda mau kalau dipaksa melakukan hal yang tidak sesuai dengan keinginan?.”
“Mau diadakan uji coba, karena negara lain sudah menerapkan sekolah seharian,” terangnya.
Masuknya budaya barat tersebut justru akan membuat budaya timur sekarat.
“Budaya timur hanya akan berlaku bagi orang yang menolak budaya barat yang nota bene tidak sesuai dengan budaya kita adat ketimuran,” ucapnya.
“Karena siswa sudah akan diuji coba mengikuti budaya barat dalam hal ini Finlandia,” paparnya.
Dirinya juga menambahkan, kebijakan sekolah sehari penuh akan membuat siswa secara tidak langsung akan meninggalkan budaya Jawa.
Di sekolah pelajaran bahasa Jawa hanya dua jam pertemuan selama sepekan.
Kemudian di rumah anak belum tentu diajarkan menggunakan bahasa Jawa.
Karena orang tua tidak sempat untuk mengajarkan bahasa Jawa kepada anaknya.
Disamping itu orang tua juga menganggap anaknya seharian di sekolah semuanya sudah beres termasuk budi pekerti.
“Mustahil kalau guru tidak dituntut orang tua, apabila anaknya melaksanakan full day ini malah semakin amburadul alias tidak mempunyai budi pekerti yang baik,” terang dia.
Keluarga adalah yang paling utama dalam mendidik anak.
Orang tua sangat berperan terhadap baik buruknya anak.
Pendidikan orang tua akan sangat berpengaruh terhadap perilaku anaknya.(*)

Minggu, 4 September 2016 21:20

Tidak ada komentar:

Posting Komentar