Kamis, 15 September 2016

SMPN 8 Solo Ajari Siswa Berlatih Qurban

img-20160910-wa00032
JO, Solo – Panitia Hari Besar Islam Idul Adha 1435 H SMP Negeri 8 Surakarta, sepakat mengadakan latihan qurban dan manasik haji di halaman sekolah. Selasa (13/92016) .

Kepala SMP Negeri 8 Surakarta, Nugroho, S.Pd.M.Pd menyatakan, sholat Idul Adha bertempat di masjid yang berada didekat rumah masing-masing. Disampaikan saat rapat koordinasi selain membentuk panitia, yang digelar Kamis (8/92016)
“Selanjutnya pada hari Selasa (13/9/2016) jam 05.00 WIB siap menyembelih 1 hewan qurban berupa sapi dari semua siswa yang beragama Islam dan satu ekor kambing berasal dari salah satu siswa kelas VII SMP Negeri 8 Surakarta,” terang Nugroho.
Sebagaimana diketahui bahwa setiap tahun menyelenggarakan penyembelihan hewan qurban pada tanggal 10 sampai dengan 13 Dzulhijah.
“Untuk kelas IX mengikuti latihan Manasik Haji,” tambah Kepala Sekolah.
img-20160910-wa0000
Sebagai koordinator kegiatan Sodiq, S.Ag. guru Agama Islam SMP Negeri 8 Surakarta mengatakan bahwa kegiatan Manasik Haji yang akan dipimpin dari petugas luar yaitu oleh Kepala Al Azhar Syifa Budi Maskur Fitriawan, S.Pd.I dan dibantu oleh beberapa guru yang ditunjuk, termasuk yang sudah pernah menjalankan ibadah haji.
Lebuh lanjut, Nugroho, S.Pd.M.Pd. menjelaskan bahwa daging qurban akan didistribusikan untuk warga sekita sekolahan, sebagai wujud kepedulian sekolah terhadap masyarakat sekitar. – sri
Continue Reading...

Kepala SMPN 8 Surakarta Lantik Pengurus OSIS Baru Periode 2016/2017

Kepala SMPN 8 Surakarta Lantik Pengurus OSIS Baru Periode 2016/2017
Dok.Ist
Pelantikan pengurus OSIS baru SMPN 8 Surakarta untuk periode 2016/2017 di sekolah setempat.  
 
Laporan Wartawan TribunSolo.com, Labib Zamani 
 
TRIBUNSOLO.COM, SOLO - SMPN 8 Surakarta mengadakan pelantikan pengurus Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS) untuk periode 2016/2017 di sekolah setempat, Rabu (7/9/2016).
Pelantikan itu dilakukan bersamaan dengan upacara bendera.
Bertindak sebagai pembina upacara Kepala SMPN 8 Surakarta, Nugroho SPd MPd.
Upacara diikuti seluruh warga sekolah ditambah dengan 16 mahasiswa PPL (Praktik Pengalaman Lapangan) FKIP UNS Solo.
Dalam amanatnya, Nugroho, mengatakan, bahwa OSIS itu merupakan satu-satunya organisasi yang resmi yang berada di lingkungan pendidikan dasar.
"Organisasi ini (OSIS) mengemban amanah yang cukup berat," katanya dalam keterangan tertulis kepada TribunSolo.com, Jumat (9/9/2016).
Siswa yang terpilih dalam kepengurusan OSIS itu sekaligus berlatih untuk berorganisasi dengan warga sekolah.
Selain itu juga harus membuat program yang akan dilakukan dan menindaklanjuti kegiatan- kegiatan yang sudah diprogramkan dengan baik.
"Kepada pengurus OSIS yang baru untuk selalu bertanya dengan pengurus lama ataupun bapak ibu guru apabila ada sesuatu masalah yang tidak bisa diselesaikan," katanya.

Lebih lanjut, pemilihan Ketua OSIS dilakukan dengan cara aklamasi yaitu penunjukan dari siswa dibimbing oleh wali kelas dan pembinaOSIS juga didampingi Waka Kesiswaan, Wahyu Prihatin Sayekti SPd.(*)
Continue Reading...

Belajar Berorganisasi OSIS SMPN 8 Solo

img-20160909-wa0004

Hari Rabu tgl. 7 September 2016 di halaman sekolah mengadakan upacara bendera sekaligus pelantikan anggota OSIS yang baru periode 2016/2017, dengan pembina upacara Kepala SMPN 8 Surakarta Nugroho, S.Pd, M.Pd.
JO, Solo – Satu-satunya di kota Solo yang melakukan Upacara Bendera di hari Rabu (7/9), karena biasanya upacara dilakukan pada hari Senin, akan tetapi karena Kepala Sekolah pada hari Senin (5/9)mendapatkan tugas ke Balaikota untuk menerima penghargaan sebagai Kepala Sekolah berprestasi tahun 2016.
Siswa yang terpilih menjadi ketua OSIS ini dilakukan dengan cara aklamasi yaitu penunjukan dari siswa dibimbing oleh wali kelas dan pembina OSIS juga didampingi oleh waka kesiswaan Wahyu Prihatin Sayekti, S.Pd. .
Upacara yang diikuti oleh seluruh warga sekolah ditambah dengan 16 mahasiswa PPL dari FKIP UNS, berjalan dengan baik walaupun harus memindahkan jadwal. termasuk seragam yg dikenakan siswa dan guru juga harus menyesuaikan.
Seragam yang digunakan pada siswa yaitu seragam OSIS lengkap dan guru mengenakan seragam pemkot keki beserta atributnya yang biasanya digunakan pada hari Senin. Semua siswa dan guru mengenai seragam terkondisi dengan baik.
“OSIS itu merupakan satu-satunya organisasi yang resmi yang berada di lingkungan pendidikan dasar, bahwa organisasi ini mengemban amanah yang cukup berat. dimana siswa yang terpilih dalam kepengurusan OSIS itu sekaligus berlatih untuk berorganisasi dengan warga sekolah,” papar Nugroho, S.Pd.M.Pd. dalam amanatnya upacara pelantikan.
Selain itu juga harus membuat program yang akan dilakukan dan menindaklanjuti kegiatan- kegiatan yang sudah diprogramkan dengan baik. lanjut Kepala Sekolah. Dan diingatkan kepada pengurus OSIS yang baru untuk selalu bertanya dengan pengurus lama ataupun bapak ibu guru apabila ada sesuatu masalah yang tidak bisa diselesaikan.
Khususnya pengurus OSIS harus bisa menjadi tauladan bagi siswa yang lain di dalam berperilaku. Termasuk dalam menjaga kebersihan kelas dan lingkungan sekolah, misalnya gerakan pemungut sampah ( GPS ) yang mana setiap siswa yang menemukan sampah di manapun juga harus segera dipungut dan dimasukkan ke tempat yang sudah disedikan.
Seperti diketahui, di SMP Negeri 8 Surakarta setiap kelasnya terdapat dua tong sampah dengan warna yang berbeda. Yang terdiri dari sampah organik berwarna hijau dan sampah non organik dengan warna kuning. Kemudian disampaikan oleh Kepala Sekolah lagi yaitu semua siswa tidak diperbolehkan membawa bungkusan plastik atau apapun dari luar sekolah. Dan ada satu tempat sampah yang khusus yaitu untuk sampah kering organik.
Dia akhir upacara dan pelantikan OSIS Kepala Sekolah mengucapkan selamat kepada semua pengurus OSIS yang baru dengan berjabat tangan. Setelah selesai upacara dilanjutkan dengan kegiatan belajar mengajar seperti biasanya diakhiri pada jam 13.30. – sri

Dimuat di : http://jatengonline.com/2016/09/09/belajar-berorganisasi-osis-smpn-8-solo/
Continue Reading...

Kreasso, SMPN 8 Solo Perkenalkan Kompos Depanska

dok.timlo.net/tyo eka
SMP Negeri 8 Solo menggelar sosialisasi Kreasso (dok.timlo.net/tyo eka)










 





Solo SMP Negeri 8 Solo menggelar sosialisasi Kreasso (Kreasi Anak Sekolah Solo ) di aula sekolah setempat, Rabu (14/9). Sosialisasi digelar menyongsong keikutsertaan sekolah tersebut pada kegiatan Kreasso yang berlangsung tanggal 15 hingga 17 September 2016 di Benteng Vastenburg.
“Pada Kreasso 2016 kali ini SMPN 8 Surakarta menampilkan jargon Hijau Sekolahku Nyaman Belajarku,” ujar Kepala SMPN 8 Solo Nugroho.
Nugroho mengatakan, SMPN 8 Solo akan mengusung program sekolah sesuai visi sekolah yaitu berwawasan lingkungan. Kegiatan belajar mengajar selain berada di kelas masing-masing dan di laboratorium bisa berlangsung di pot-pot di bawah pohon mangga halaman sekolah.
SMPN 8 Solo, menurut Waka Kurikulum Agus Siswanto, juga mengetengahkan pembuat kompos yang berasal dari sampah dengan nama Kompos Depanska.
“Stand Kreasso kami nomor 21. Pada stand SMPN 8 Solo nantinya yang bertuliskan Selamat Datang di Stand SMP Negeri 8 Surakarta Sekolah Mantap,” jelasnya.

Dimuat di : http://www.timlo.net/baca/68719683992/kreasso-smpn-8-solo-perkenalkan-kompos-depanska/
Continue Reading...

Tak Selembar Daunpun Yang Dibuang

img-20160914-wa0007
Sosialisasi Kreasso Kepala SMP Negeri 8 Surakarta 
JO, Solo – SMP Negeri 8 Surakarta mengadakan  Sosialisasi Kreasso ( Kreasi Anak Sekolah Solo ) di aula seklah setempat, Rabu, 14 September 2016. Dikatakan Kepala Sekolah, Nugroho, S,Pd.M.Pd. , bahwa tidak ada selembar daunpun dari dalam sekolah yang bisa keluar.
Sosialisasi diikuti oleh semua siswa yang bertugas dalam kegiatan Kreasso, antara lain bapak/Ibu Guru Pembimbing, mahasiswa PPL berbagai jurusan dari FKIP UNS.
Koordinator Lapangan, Ngatman, S.Pd. menyampaikan, bahwa kegiatan ini akan diselenggarakan pada hari Kamis, 15 -17 September 2016 di Benteng Vasternberg Surakarta, setiap harinya dimulai pukul 12.00 – 21.00 WIB. Sebagai petugas jaga Stand Kreasso untuk siswa, guru dan PPL sudah dibuat oleh Rekyan Pamusthi, S.Pd. sebagai Koordinator pendamping.
“Diharapkan semua siswa yang bertugas menyampaikan kepada semua pengunjung agar tampil oke sesuai dengan karakter sekolah dan harus siap lahir maupun batin. Termasuk kalau diminta oleh Wali Kota Surakarta untuk menyanyipun supaya siap untuk dilaksanakan,” imbuh Nugroho.
Perlu diketahui bahwa SMP Negeri 8 Surakarta merupakan rujukan sekolah Mantap ( Manajemen Transparans, Akuntabel dan partisipatif) tingkat nasional. Pengelolaan sekolah Mantap menerapkan pola manajemen yang mencoba mengimplementasikan prinsip Transparansi, Akuntabilitas dan Partisipasi warga sekolah, tanpa harus mengesampingkan peraturan perundangan yang berlaku.
Rujukan sekolah Mantap pernah dipresentasikan di depan Bapak Menteri yang lama Anis Baswedan. Dan dengan menggunakan pola manajemen ini diharapkan terungkap unsur-unsur krusial yang dapat memberikan sumbangan dalam memecahkan masalah.
Setiap kegiatan baik yang bersifat akademi, non akademik terlebih dengan kegiatan yang ada hubungannya dengan pemanfaatan keuangan sekolah merupakan keharusan untuk dipertanggung jawabkan kepada stake holder termasuk kepada warga sekolah. Pertanggung jawaban ini akan berdampak langsung kepada keikutsertaan warga sekolah khususnya orang tua siswa untuk mendukung dan ikut membiayai program sekolah berikutnya.
SMPN 8 Surakarta menampilkan jargon “Hijau Sekolahku Nyaman Belajarku”. Dengan mengusung program sekolah sesuai Visi sekolah yaitu berwawasan lingkungan. Kegiatan Belajar Mengajar selain berada di kelas masing-masing dan di laboratorium bisa berlangsung di pot-pot di bawah pohon mangga halaman sekolah.
Dari SMP Negeri 8 juga sudah bisa membuat kompos yang berasal dari sampah dengan nama Kompos Depanska, hal ini dijelaskan oleh  Agus Siswanto, S.Pd. sebagai Waka Kurikulum.
Proses pembuatan sampah dimulai dari pemilahan sampah organik, perajangan sampah dan yang sudah tercacah dicampur dengan larutan starter atau pemicu bakteri. Kemudian diaduk rata. Kalau sudah tercampur kemudiam diperam dalam ruang tertutup sekitar dua sampai tiga minggu. Untuk mengatur kelembaban atau keasaman ditambah dengan kapur.
“Tandanya kalau sudah jadi warnanya berubah seperti tanah dan tidak berbau seperti sampah lagi. Setelah proses itu selesai barulah menghasilkan pupuk kompos Depanska dengan harga Rp. 5.000,00 / sak. Dengan kapasitas pencacahan 100 kg sampah organik / sekali pencacah baik basah maupun kering,” tambah Dra. Sri Suprapti, Sie Publikasi dan Guru SMP Negeri 8 Surakarta
Teknis pengumpulan sampah di SMP Negeri 8 Surakarta, setiap pagi daun ditampung di tempat penampungan sampah. Seminggu sekali daun-daun kemudian dicacah ( yang dulu masih dilakukan secara manual ). Sekarang sudah menggunakan alat yang canggih sebagai pencacah sampah dengan kapasitas mesin 8 PK, daya yang dihasilkan sebanding dengan 8 tenaga kuda. Di setiap hari Sabtu jam terakhir ( ke tujuh ) khusus waktu untuk adiwiyata yaitu dimulai dari menyiram tanaman sampai pemilahan sampah.
“Jangan lupa kunjungi stand Kreasso kami nomor 21 dari SMP Negeri 8 Surakarta yang bertuliskan “ Selamat Datang di Stand SMP Negeri 8 Surakarta Sekolah Mantap”,” tutupnya. – sri

Dimuat di : http://jatengonline.com/2016/09/14/tak-selembar-daunpun-yang-dibuang/
Continue Reading...

Kamis, 08 September 2016

Budaya Jawa Terancam Sekarat Karena Full Day School



Oleh : Dra. Sri Suprapti,
JO – Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy, beberapa waktu lalu mengatakan, wacana sekolah sehari penuh atau yang disebutnya sebagai kokurikuler, tetap berjalan meskipun mendapat penolakan. Walaupun masih wacana tetapi sudah menasional.
Sebagai orang Jawa dan sekaligus guru Bahasa Jawa amat sangat merasa khawatir sekali. Anak-anak akan berada di sekolah dalam waktu yang lama dibanding dengan keberadaannya di rumah. Itu artinya anak akan lebih dekat dengan teman-temannya daripada orang tuanya.
Dan orang tua akan menjadi sulit berkomunikasi dengan anaknya. Karena dalam waktu beberapa jam saja mereka bertemu, itupun waktu yang sesingkat itu digunakan anak untuk mandi,makan, shalat Magrib dan mengaji dilanjutkan dengan “Wajib Belajar mulai pukul 18.30 WIB sampai dengan 20.30 WIB.
Kalau anak akan tetap diberlakukan sekolah sehari penuh, bagaimana kalau jam 17.00 anak baru selesai dari sekolahan. Kalau jarak dari sekolah sampai ke rumah itu bisa ditempuh dalam waktu 5 menit tidak masalah.
Bagaimana kalau jarak nya lebih dari 5 km dan naik bus? Bagaimana kalau bus yang melewati rumahnya sudah tidak ada , karena bus terakhir jam 17.00 ? Tidak semua sekolah itu terlewati bus dengan jurusan ke rumahnya. Mungkin masih harus berjalan kaki untuk menuju ke halte bus itu. Belum nanti kalau turun dari bus, yang masih harus berjalan kaki untuk menuju ke rumahnya. Bagaimana kalau anda mengalami seperti ini ?
Saya yakin setelah itu anak sampai di rumah akan langsung tidur karena capek seharian berada di sekolahan. Bagaimana dengan PR yang tidak dikerjakan dan yang membuat emosi siswa, orang tua dan guru ?.
Sebagai orang Jawa yang hidup di desa, budaya sambatan ( bekerja membantu tetangga yang sedang punya kerja tanpa dibayar, contoh : membuat rumah, mengurus sawah ( menanam padi, mencangkul, atau memanen ) akan ikut hilang juga. Bagaimana nasib orang-orang kampung ?.
Selain itu juga sudah tidak ada lagi anak-anak di sore hari bermain di depan halaman rumah antara lain : nekeran, betengan, jamuran, sundha mandha, benthik,dhelikan, engklek, dll. Semua permainan itu merupakan ciri khas budaya Jawa sejak dulu hingga sekarang. Seandainya sekolah tetap mengadakan full day, bagaimana nasib budaya sambatan dan permainan budaya Jawa ?.
Menteri menyebutkan wacana sekolah sehari penuh tetap akan berjalan meskipun mendapat penolakan. Menurut pendapat saya, kalau yang namanya banyak penolakan tetapi tetap dijalankan menurut orang Jawa itu namanya “ngeyel”. Bagi masyarakat Jawa ngeyel ( nekad ) itu merupakan salah satu ungkapan “ora ilok” ( tidak baik ).
Tidak baik kalau tetap dilaksanakan, karena akan berakibat yang tidak baik bahkan malah fatal. Orang tua bagi masyarakat Jawa dalam mendidik selalu mengatakan kepada anak-anaknya untuk tidak ngeyel. Budaya Jawa , kalau orang tua mendidik anaknya bahwa hal itu tidak baik, maka anak juga tidak akan berani melanggarnya.
Menteri mengatakan juga bahwa full day school, ingin seperti Finlandia. Ingin seperti artinya bagi orang Jawa itu namanya melik ( menginginkan barang / sesuatu yang bukan milik kita ). Bagi masyarakat Jawa ini juga merupakan larangan yang selalu disampaikan kepada anak-anak dan keturunannya.
Ungkapan ora ilok antara ngeyel dan melik yang dilakukan oleh bapak menteri ini , bagi masyarakat Jawa sangat dihindari karena selain merugikan diri sendiri juga akan merugikan orang lain. Sekarang kalau masyarakat sudah diarahkan untuk mengikuti ungkapan yang bagi orang Jawa merupakan larangan, apakah tetap akan dilanggar ?Ataukah dengan cara begitu untuk mendapatkan anak yang berkarakter ?
Bagaimana rasa sakitnya orang yang dipaksa ? Apakah anda mau kalau dipaksa melakukan hal yang tidak sesuai dengan keinginan ? Mau diadakan uji coba, karena negara lain sudah menerapkan sekolah seharian. Artinya ingin budaya barat masuk ke Indonesia. Mustahil kalau budaya timur nantinya akan sekarat karena sudah kemasukan budaya barat.
Budaya Timur hanya akan berlaku bagi orang yang menolak budaya Barat yang nota bene tidak sesuai dengan budaya kita adat ketimuran. Yang akan tetap mempertahankan budaya ketimuran hanyalah segelintir manusia saja. Karena siswa sudah akan di uji coba mengikuti budaya barat dalam hal ini Finlandia.
Keluarga adalah yang paling utama dalam mendidik anak. Orang tua sangat berperan terhadap baik buruknya anak. Pendidikan orang tua akan sangat berpengaruh terhadap perilaku anaknya. Dan orang tua akan sangat mengharapkan anak-anaknya itu menjadi anak yang berbakti kepadanya. Anak-anak juga membutuhkan perhatian , kasih sayang dan belaian dari orang tua.
Bahkan lebih dari itu, apabila anak sedang sakit orang tua akan rela menggantikannya. Tulisan judul dengan kata sekarat, karena hanya tinggal orang tua saja yang masih tetap mempertahankan budaya Jawa. Anak-anak sudah diajarkan untuk melanggar ungkapan Jawa demi menciptakan anak berkarakter. Melanggar budaya Jawa itukah yang dinamakan manusia berkarakter ?
“Kami tidak memilih sekolah, tapi memilih kelompok masyarakat-kelompok masyarakat agar orang tua, lingkungannya, anaknya, kembali menggunakan bahasa daerah dalam kehidupan sehari-hari,” ujar DR. Sugiyono, Kepala Pusat Pengembangan dan Perlindungan Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan.
Itu artinya kalau menggunakan bahasa Jawa otomatis termasuk budayanya juga. Kalau seharian berada di sekolah, lantas bagaimana hubungan dengan orang tuanya, bagaimana hubungan dengan lingkungannya ? Yang paling penting adalah pendidikan dari rumah dan ini merupakan tugas utama dari ibu mengajarkan anak-anaknya dengan keinginan agar menjadi anak yang berbudi pekerti yang baik.
Sebagai seorang ibu sekaligus guru, saya merasa sangat mengkhawatirkan dengan kondisi anak yang seharian penuh berada di sekolah. Seorang ibu juga manusia, mustahil bisa menjalankan kewajibannya tanpa merasa lelah. Kalau seharian berada di sekolah, bagaimana dengan keluarganya terutama bagi seorang suami?
Jujur saja, bahwa suami lama kelamaan mempunyai rasa melik dengan perempuan lain. Karena hanya malam hari mereka bertemu setelah isterinya seharian berada di sekolah, itupun dalam pertemuannya itu sang istri merasa sudah capek. Apa kata hati suami ?Belum suami protes terhadap istri yang menganggap istri tidak mengurus anaknya sendiri, tetapi malah mengurus anak orang?
Bagaimana kalau istri dianggap ngeyel oleh suami ? Apakah istri tidak merasa sakit hati kalau dikatakan sebagai istri yang ngeyel ? Sedangkan sang istri ini benar-benar menjalankan tugasnya sebagai seorang guru. Kalau sudah begini, mustahil rumah tangga akan menjadi harmonis dan langgeng. Bukan menciptakan anak mempunyai karakter tetapi malah muncul janda-janda baru dan duda-duda baru akibat full day ini. Siapa yang mau disalahkan ?
Di daerah-daerah berusaha melestarikan budaya dengan cara-cara yang berbeda-beda, supaya budaya mereka tidak hilang. Termasuk budaya Jawa di Surakarta. Setiap hari Kamis di minggu pertama para pegawai termasuk guru diwajibkan untuk menggunakan seragam baju adat Jawa. Perempuan menggunakan kebaya dan laki-laki memakai jas blangkon, itu salah satu ciri khas Jawa. Di Betawi juga menggunakan pakaian adat Betawi, begitu juga di daerah-daerah yang lain.
Di Surakarta pada sekolah pendidikan dasar, menegah dan atas terdapat muatan lokal yaitu Bahasa Jawa. Satu minggu hanya dua jam pertemuan. Artinya di sekolah hanya akan menggunakan bahasa Jawa di saat jam pelajaran bahasa Jawa saja. Dan itupun bagi siswa bahwa pelajaran Bahasa Jawa itu dikatakan amat sulit dibandingkan dengan bahasa asing.
Berada di sekolahan seharian dan pelajaran Bahasa Jawa hanya dua jam sekali pertemuan, kemudian di rumah belum tentu diajarkan menggunakan bahasa Jawa. Berarti bahasa Jawa hanya digunakan oleh orang yang sudah tua saja. Orang tua tidak sempat mengajarkan bahasa Jawa kepada anaknya, orang tua menganggap anaknya seharian di sekolah itu semuanya sudah beres termasuk budi pekerti. Mustahil kalau guru tidak dituntut orang tua, apabila anaknya melaksanakan full day ini malah semakin amburadul alias tidak mempunyai budi pekerti yang baik.
Merasa kalau yang mendidik guru itu semua akan menjadi baik dan berkarakter sesuai dengan keinginan bapak menteri yang baru ini. Lantas, bagaimana kalau anak mereka tidak menjadi anak yang berkarakter ? Bagaimana kalau semua orang tua ngeyel anaknya harus menjadi anak yang berkarakter ?
Terlepas dari sikap dan persepsi yang berbeda tentang full day school budaya Jawa tetap memiliki posisi penting dan relevansi dalam kehidupan masyarakat kita pada masa kini dan masa yang akan datang. Dan sebagai orang Jawa yang baik, tidak mungkin akan merasa ikhlas kalau ungkapan melik dan ngeyel yang merupakan larangan bagi orang Jawa ini dilakukan demi mendapatkan manusia berkarakter.
Justru kalau mengharapkan manusia yang berkarakter itu tidak akan pernah melakukan sesuatu hal yang merupakan larangan. Bagaimana kalau anak anda ngeyel ( nekad ) melakukan sesuatu hal yang anda sendiri tidak suka? Dan bagaimana perasaan anda kalau salah satu keluarga anda melik ( menginginkan sesuatu ) dengan barang orang lain ? Maukah anda berkorban ? Bagaimana pendapat anda, apakah akan ngeyel melakukan full day school ataukah akan melik Finlandia ? Terserah anda !
– Penulis adalah Guru Bahasa Jawa SMP Negeri 8 Surakarta, Jawa Tengah. No. Hp. 081329405977.

Dimuat di: Jateng Online
Continue Reading...

Ini Kekhawatiran Guru Bahasa Jawa SMPN 8 Solo Apabila 'Ful Day School' Diterapkan

Laporan Wartawan TribunSolo.com, Labib Zamani
TRIBUNSOLO.COM, SOLO - Rencana Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Muhadjir Effendy yang akan menerapkan full day school atau sekolah seharian menuai tanggapan serius dari berbagai kalangan.
Seorang guru Bahasa Jawa di SMPN 8 Solo, Dra Sri Suprapti menganggap kebijakan Mendikbud yang akan menerapkan sekolah sehari penuh atau yang disebutnya sebagai kokurikuler justru akan membuat para siswa jauh dari orangtua.
“Sebagai orang Jawa dan sekaligus guru Bahasa Jawa amat sangat merasa khawatir sekali (kalau wacana sekolah sehari penuh diterapkan),” katanya dalam keterangan tertulis kepada TribunSolo.com, Minggu (4/9/2016).
Pasalnya, siswa akan berada di sekolah dalam waktu yang lama dibanding dengan keberadaannya di rumah.
Artinya siswa akan lebih dekat dengan teman-temannya dari pada orang tuanya.
Apabila hal itu terjadi maka orangtua akan menjadi sulit dalam berkomunikasi dengan anaknya.
“Karena dalam waktu beberapa jam saja mereka bertemu, itupun waktu yang sesingkat itu digunakan anak untuk mandi, makan, salat Magrib dan mengaji dilanjutkan dengan “Wajib Belajar mulai pukul 18.30 WIB sampai dengan 20.30 WIB,” katanya.
Dia juga mengatakan, apabila kebijakan itu diterapkan sama saja Pemerintah menginginkan budaya barat masuk ke Indonesia.
“Bagaimana rasa sakitnya orang yang dipaksa?,” katanya.
“Apakah Anda mau kalau dipaksa melakukan hal yang tidak sesuai dengan keinginan?.”
“Mau diadakan uji coba, karena negara lain sudah menerapkan sekolah seharian,” terangnya.
Masuknya budaya barat tersebut justru akan membuat budaya timur sekarat.
“Budaya timur hanya akan berlaku bagi orang yang menolak budaya barat yang nota bene tidak sesuai dengan budaya kita adat ketimuran,” ucapnya.
“Karena siswa sudah akan diuji coba mengikuti budaya barat dalam hal ini Finlandia,” paparnya.
Dirinya juga menambahkan, kebijakan sekolah sehari penuh akan membuat siswa secara tidak langsung akan meninggalkan budaya Jawa.
Di sekolah pelajaran bahasa Jawa hanya dua jam pertemuan selama sepekan.
Kemudian di rumah anak belum tentu diajarkan menggunakan bahasa Jawa.
Karena orang tua tidak sempat untuk mengajarkan bahasa Jawa kepada anaknya.
Disamping itu orang tua juga menganggap anaknya seharian di sekolah semuanya sudah beres termasuk budi pekerti.
“Mustahil kalau guru tidak dituntut orang tua, apabila anaknya melaksanakan full day ini malah semakin amburadul alias tidak mempunyai budi pekerti yang baik,” terang dia.
Keluarga adalah yang paling utama dalam mendidik anak.
Orang tua sangat berperan terhadap baik buruknya anak.
Pendidikan orang tua akan sangat berpengaruh terhadap perilaku anaknya.(*)

Minggu, 4 September 2016 21:20
Continue Reading...

Senin, 29 Agustus 2016

Rubrik Gagasan : Bahasa Jawa Diambang Kepunahan



Oleh : Dra. Sri Suprapti, Guru Bahasa jawa SMP Negeri 8 Surakarta, No. Hp. 081329405977

          Membaca Solopos hari Jumat, 05 Agustus 2016  dengan judul “ 15 Bahasa Daerah Punah” saya sebagai guru Bahasa Jawa akan sedikit menanggapi  apa yang dikatakan oleh Kepala Badan Pengembangan dan pembinaan Bahasa Kemeneterian Pendidikan dan Kebudayaan, Dadang Sunendar bahwa 617 bahasa yang diidentifikasi oleh Badan bahasa Kemendikbud, sebanyak 15 bahasa daerah dinyatakan punah. Sebagai orang Jawa akan berusaha untuk mempertahankan bahasa juga budaya Jawa itu sendiri. Apapun yang bisa dilaksanakan akan tetap dilakukan dengan ikhlas. Dengan keikhlasan  semua akan mendapatkan hasil sesuai yang diharapkan. Jujur saja bahwa, untuk menghadapi masalah kepunahan memang seperti itu keadaannya. Bahasa jawa sendiri amat jarang digunakan oleh orang-orang yang nota bene adalah asli orang Jawa. Orang tua selalu mengajarkan anak –anaknya menggunakan bahasa Indonesia. Sebagai guru SMP sering saya melihat anak-anak didik saya yang baru masuk kelas VII. Mulai masuk pertama kali yang didengung-dengungkan adalah bahwa orang tua wajib mengantarkan anaknya sampai di sekolahan. Sedangkan masyarakat Jawa mempunyai pemikiran yang dituangkan dalam salah satu nyanyian sperti ini : Saiki aku wis gedhe, sekolah mangkat dhewe, ora usah dieterake, bareng karo kancane, yen mlaku turut pinggiran, ora perlu gojegan, neng ndalan akeh kendaraan, mengko mundhak tabrakan. Artinya : Sekarang aku sudah besar, sekolah berangkat sendiri, tidak usah diantarkan, bersama temannya, kalau berjalan lewat pinggir / tepi, tidak boleh bermain-main, di jalan banyak kendaraan, nanti kalau tertabrak.
Continue Reading...

Guru mata pelajaran (Mapel) Bahasa Jawa se Surakarta mengikuti pendidikan dan latihan (Diklat) penulisan Penelitian Tindakan Kelas (PTK).

Solo — Guru mata pelajaran (Mapel) Bahasa Jawa se Surakarta mengikuti pendidikan dan latihan (Diklat) penulisan Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Diklat berlangsung tiga hari, mulai tanggal 23 – 25 Agustus 2016, di SMP Negeri 7 Solo.

Continue Reading...

Opini : Bancakan Tradisi Luhur Yang Terlupakan




Oleh : Dra. Sri Suprapti, Guru Bahasa Jawa SMP Negeri 8 Surakarta No. Hp. 081329405977.

            Kebudayaan Jawa itu beraneka macam wujudnya, misalnya ungkapan, upacara adhat, peristiwa budaya, termasuk tradisi bancakan, syukuran atas keberhasilan, dsb. Banyaknya budaya di Indonesia menjadikan aset atau kekayaan yang tidak bisa dihitung secara materiil seperti sumber daya alam lainnya. Tetapi kita bisa melihat, bahwa bangsa kita sudah mulai meninggalkan budaya yang sudah ada. Padahal, kalau bisa haruslah dilestarikan supaya tidak mudah hilang apalagi dianggap sebagai budaya bangsa lain. Saat ini kita bisa melihat, kurangnya perhatian dari pemerintah untuk melestarikan kebudayaan yang ada di Indonesia. Sebenarnya juga bukan semua warga masyarakat yang melupakan tradisi budaya kita. Masih banyak orang yang dengan tulus ikhlas melestarikan dan menjaga budaya tersebut di tengah-tengah arus budaya barat yang masuk ke Indonesia. Inilah saatnya untuk melestarikan tradisi bancakan weton, dekahan, kupatan dan syukuran di wilayah Jawa yang kita cintai ini. Apakah anda tahu arti dan makna tradisi bancakan dalam kebudayaan ini ? Kegiatan ini  termasuk suatu perbuatan melestarikan kebudayaan Jawa yaitu tradisi bancakan. Yang akan saya sampaikan di sini adalah arti dan makna tradisi bancakan yang ada ditempat di mana samar-samar masih tetap dilestarikan oleh warga masyarakat yang mendukung.

Continue Reading...

Rabu, 10 Agustus 2016

Laporan Wartawan

Laporan Wartawan TribunSolo.com, Labib Zamani
TRIBUNSOLO.COM, SOLO –

Continue Reading...

Bahasa Jawa Diambang Kepunahan

Rubrik Gagasan 
Bahasa Jawa Diambang Kepunahan
Oleh : Dra. Sri Suprapti, Guru Bahasa jawa SMP Negeri 8 Surakarta, No. Hp. 081329405977 

Continue Reading...

Warna Hijau, Syirik ?

 
Continue Reading...

MACAPAT MIJIL MENGKU PITUTUR WIGATI



          
              Tembang Macapat iku kalebu salah sijine kasusastran Jawa kang adiluhung. Akeh piweling lan piwulang luhur kang ana ing sajroning tembang Macapat.
Continue Reading...