Senin, 29 Agustus 2016

Opini : Bancakan Tradisi Luhur Yang Terlupakan

Share it Please



Oleh : Dra. Sri Suprapti, Guru Bahasa Jawa SMP Negeri 8 Surakarta No. Hp. 081329405977.

            Kebudayaan Jawa itu beraneka macam wujudnya, misalnya ungkapan, upacara adhat, peristiwa budaya, termasuk tradisi bancakan, syukuran atas keberhasilan, dsb. Banyaknya budaya di Indonesia menjadikan aset atau kekayaan yang tidak bisa dihitung secara materiil seperti sumber daya alam lainnya. Tetapi kita bisa melihat, bahwa bangsa kita sudah mulai meninggalkan budaya yang sudah ada. Padahal, kalau bisa haruslah dilestarikan supaya tidak mudah hilang apalagi dianggap sebagai budaya bangsa lain. Saat ini kita bisa melihat, kurangnya perhatian dari pemerintah untuk melestarikan kebudayaan yang ada di Indonesia. Sebenarnya juga bukan semua warga masyarakat yang melupakan tradisi budaya kita. Masih banyak orang yang dengan tulus ikhlas melestarikan dan menjaga budaya tersebut di tengah-tengah arus budaya barat yang masuk ke Indonesia. Inilah saatnya untuk melestarikan tradisi bancakan weton, dekahan, kupatan dan syukuran di wilayah Jawa yang kita cintai ini. Apakah anda tahu arti dan makna tradisi bancakan dalam kebudayaan ini ? Kegiatan ini  termasuk suatu perbuatan melestarikan kebudayaan Jawa yaitu tradisi bancakan. Yang akan saya sampaikan di sini adalah arti dan makna tradisi bancakan yang ada ditempat di mana samar-samar masih tetap dilestarikan oleh warga masyarakat yang mendukung.

Di dalam masyarakat tertentu di wilayah Jawa, diceritakan seorang ibu yang beruasaha membuat bancakan mulai dari masih kecil sampai akil baligh.  Ada yang berpendapat bahwa, bancakan tidak sesuai dengan ajaran agama, nyatanya tidak banyak yang menyetujui. Terbukti masih banyaknya masyarakat yang melaksanakan budaya bancakan bahkan dari berbagai macam agama seperti Islam, Kristen, Katholik, Hindhu dan Budha. Tradisi bancakan ini artinya masih ada walaupun yang melakukan sudah berkurang. Tradisi bancakan ini termasuk budaya yang dilakukan oleh warga masyarakat dari berbagai agama dan kepercayaan. Masyarakat yang masih melakukan tradisi bancakan, mereka berpendapat bahwa budaya ini ada hubungannya dan sangat berguna bagi masyarakat yang mendukung.
            Bancakan ini sebagai ungkapan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas terkabulnya semua keinginannya. Sarana bancakan itu antara lain : nasi urap ( gudhangan ) , telor rebus dan juga jajan pasar ( Ensiklopedi Kebudayaan Jawa, 1999 : 53 ). Tradisi warga masyarakat yang menjalankan bancakan hari pasaran yang dilaksanakan di hari kelahiran menurut hitungan kalender Jawa yang berputar 35 hari lamanya. Artinya diperingati setiap 35 hari sekali. Lain kalau ulang tahun yang diperingati setahun sekali sesuai dengan hari kelahirannya. Yang biasa dilakukan oleh orang Jawa dalam memperingati hari kelahiran adalah laku prihatin contohnya dengan berpuasa tiga hari yaitu puasa tepat hari kelahiran ditambah satu hari sebelum dan sesudahnya., mutih ( seharian hanya makan nasi putih dan minum air putih tanpa puasa, jadi tidak menjalankan puasa,ada lagi berpuasa tiga hari sebelum kelahiran, puasa lima hari sebelum kelahiran dan puasa-puasa yang lainnya,  melek (tidak tidur) selama 24 jam dimulai dari terbenamnya matahari tepat masuk hari kelahiran dan diakhiri sampai terbenamnya matahari sambil menyiapkan sesaji berupa bubur  empat warna dan sesaji yang mempunyai makna yang baik. Menyiapkan sesaji ini memberutahukan sebagi rasa syukur terhadap Tuhan Yang maha Kuasa. Tradisi merupakan segala sesuatu adat, kepercayaan, kebiasaan, ajaran agama dsb yang turun temurun ( WJS. Poerwadarminto, 1985 : 102 ).
Bancakan Dekahan masih dilestarikan untuk menjaga tradisi dan kebudayaan lokal supaya tidak hilang. Selain itu karena kepercayaan masyarakat mengenai mitos yang masih kuat dengan adanya dhanyang ndesa  yang akan marah apabila tidak menjalankan tradisi dekahan. Tradisi pesta adhat setelah selesai panen yang tujuannya merupakan tanda syukur selesainya panen sekaligus mohon berkah supaya mereka mendapatkan hasil yang lebih banyak dikemudian hari. Dekahan biasana dilakukan di  Bale Desa / Kelurahan  yang dipimpin oleh sesepuh / tokoh agama. Sebelum acara dimulai mengadakan pertemuan lebih dahulu untuk membicarakan kapan pertemuan  dilaksanakan dan apa yang akan dilaksanakan. Tidak lupa juga membicarakan tentang iuran / sumbangan yang harus disetorkan panitia. Ada yang ditentukan paling sedikit 50 ribu rupiah tetapi ada juga yang  ikhlas memberi sumbangan yang lebih besar.Setelah selesai bancakan dekahan perangkat desa biasanya melanjutkan acara dengan mengadakan wayangan. Di sini tradisi yang khas yaiutu dengan adanya ingkung ayam utuh yang wajib dibawa ibu-ibu yang datang dalam acara tersebut. Ada juga hasil bumi seperti pisang, sayuran juga ada nasi bumbu gurih dan tumpeng. Sedangkan anak-anak yang datang membawa besek ( tempat untuk nasi ). Menurut warga masyarakat yang mendukung, bancakan dekahan dianggap penting karena akan membawa berkah bagi mereka dan apabila tidak dilaksanakan akan mendapatkan bahaya seperti padi yang kena hama, kena penyakit atau malah gagal panen.
             Kupatan, bancakan yang mempunyai niat sodakoh yang berari tata susila batin menuju ke budi luhur dengan jalan yang muda berkunjung ke yang lebih tua . Dan yang tua memberi berkah karena manusia itu tempatnya salah. Maka untuk menghilangkan kesalahan bagi manusia diwujudkan dengan memberi ketupat. Kupatan ini dilakukan tujuh hari setelah hari raya artinya menyampaikan rasa syukur sudah selesainya menjalankan puasa sebulan lamanya. Dan disempurnakan dengan puasa sunah enam hari lamanya kemudian ditutup dengan kupatan. Biasanya tempat untuk digunakannya yaitu tempat yang dahulunya pernah digunakan seorang Raja mencari ilmu seperti : sanggar, lereng gunung, pantai, goa, makam dan tempat yang dianggap keramat. Upacara tradisi bancakan kupatan berupa arak-arakan, paling depan membawa sesaji kemudian berjalan dengan membaca tahlil dipimpin oleh sesepuh desa. Kalau sudah sampai ditempat yang dituju. Kupat dibagikan kepada warga yang datang dengan doa yang intinya membersihkan dosa / menghilangkan salah dan dosa yang dilakukan dengan sesama mahluk Tuhan. Makna kupatan ini sebagai kepercayaan tujuh hari setelah hari raya arwah leluhur pulang kembali menengok sanak saudaranya. Juga sebagai rasa syukur kepada Allah selesai puasa tujuannya untuk menebus dosa . Kupat sendiri berupa anyam-anyaman dari janur berujud kotak / kubus berisi beras putih. Disiapkan dengan ditambah sayur tanpa daging dan jajan pasar. Bagi pendukung dekahan kupatan itu artinya saya menyampaikan kesalahan ( kula ngaturaken kalepatan ) Ada lagi bancakan rasa syukur karena sedang mendapatkan kenikmatan misalnya  : lulus sekolah / kuliah, mendapatkan pekerjaan yang cocog, pulang dari  ibadah haji, sehat dari penyakitnya, dsb. Semua yang dilakukan menjadi ciri khas warga masyarakat Jawa yang masih banyak melakukannya.  Karena keadaan seperti itu merupakan kenikmatan yang tidak disangka-sangka. Ada yang membuat bancakan dengan dibuat sendiri, tetapi ada yang juga memesan dengan alasan ribet. Bancakan itu kemudian  dimakan bersama-sama saudara dan tetangganya.  Bancakan syukuran tidak melakukan puasa seperti bancakan weton.  Makna bancakan syukuran ini tujuannya sama yaitu simbol ucapan syukur kepada Tuhan yang Maha esa agar selamat tidak ada halangan apa-apa sekarang dan selamanya. 
Pengamat budaya, bancakan ini menjadi simbol/ ciri arti rasa syukur kepada Tuhan  Dalam ajaran agama apapun mengharapkan supaya kita berbagi kepada siapa saja.Tujuannya supaya diberi keselamatan dari Tuhan, ayem, tenteram dan terkabulnya keinginan Apa tradhisi weton, dekahan, kupatan, dan tradisi syukuran akan anda teruskan ke anak cucu ? Apabila tidak dilakukan, terus bagaimanakah anda ? 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar